Prediksi Tren Social Commerce di Tahun 2023 – Part 2

Social Commerce

Ada lima prediksi lain dari tren social commerce yang kemungkinan terjadi di tahun 2023. Bagi Anda para pebisnis yang ingin atau sudah terjun ke dunia social commerce, simak ulasan berikut ini.

Meningkatnya Penggunaan Live Chat

Social Commerce
Sumber : Envato

Melansir survei Shopify, 60 persen konsumen berpendapat bahwa kualitas layanan dapat memengaruhi keputusan berbelanja mereka. Sementara 54 persen lainnya lebih mengutamakan kemudahan dalam berinteraksi dengan penjual.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa konsumen menginginkan kemudahan berinteraksi dengan penjual produk yang ingin mereka beli. Media sosial adalah platform yang tepat untuk merealisasikannya. Sebab, jejaring sosial merupakan tempat dimana orang bisa melakukan percakapan secara real-time.

Live chat adalah fitur yang membuat platform social commerce lebih interaktif. Melalui fitur ini, konsumen dan penjual bisa berinteraksi layaknya chatting lewat aplikasi pengiriman pesan. Selain itu, penjual juga bisa mengirimkan pesan-pesan otomatis, seperti promosi produk teranyar atau menawarkan diskon.

Layanan one-on-one chat tersebut membuat konsumen merasa lebih dekat dengan penjual. Di sisi lain, konsumen juga akan merasa dihargai dan semakin percaya dengan kualitas produk yang ingin dibeli.

Jadi, bagi Anda yang ingin terjun ke social commerce, pastikan untuk memberikan layanan live chat, ya. Sebab, survei Shopify melaporkan bahwa 43 persen responden menyambut dengan antusias penggunaan live chat di tahun mendatang.

Kemudahan Berbelanja Bisa Meningkatkan Loyalitas Konsumen

Social Commerce
Sumber : Envato

Social commerce membuat kegiatan berbelanja online jauh lebih mudah dibanding lewat e-commerce pada umumnya. Pasalnya, penjual perlu menyediakan layanan yang bisa mempermudah transaksi dalam upaya mencegah terjadinya gagal beli.

Di tahun mendatang, semakin banyak merek yang akan terjun ke platform social commerce. Persaingan antar merek pun akan menjadi hal yang sangat lumrah. Demi tetap unggul, setiap brand harus bisa membuat toko online (storefront) di jejaring sosial yang menarik bagi calon pembeli.

Tak hanya menarik, tapi juga harus memiliki fitur-fitur yang memudahkan navigasi calon pembeli. Ciptakan storefront yang sekiranya membuat konsumen tidak merasa asing dengan tampilan toko Anda. Jangan lupa juga untuk menampilkan produk-produk terlaris di bagian awal media sosial Anda.

Pertimbangkan juga untuk menghilangkan tahap-tahap yang sekiranya tidak terlalu penting dalam kegiatan social commerce. Di Instagram misalnya, Anda bisa memanfaatkan fitur seperti Instagram Checkout untuk mempermudah transaksi pembeli. Dengan fitus ini, konsumen tak harus keluar dari aplikasi Instagram untuk menyelesaikan pembelian.

Meningkatnya Tren Live Commerce

Social Commerce
Sumber : Envato

Live commerce adalah gabungan dari kegiatan live streaming dan social commerce. Artinya, penjual dan pembeli melakukan aktivitas perdagangan melalui fitur siaran langsung di jejaring sosial.

Sekitar 60 persen konsumen mengatakan bahwa live streaming bisa meningkatkan pengalaman berbelanja. Contohnya seperti Facebook Live yang memungkinkan penonton untuk bisa berinteraksi langsung dengan penjual layaknya berbelanja di toko offline. Dengan adanya interaksi langsung ini, pembeli umumnya akan merasa lebih yakin untuk membeli.

Kegiatan live commerce memang masih terbilang baru di sejumlah negara dengan pasar e-commerce terbesar, seperti AS. Namun, aktivitas ini justru sangat diminati di Tiongkok. Di negara tersebut, nilai kegiatan berdagang via siaran langsung mengalami pertumbuhan pesat. Dari yang hanya 3 miliar menjadi 171 miliar dolar AS dalam kurun waktu tiga tahun.

Melihat data tersebut, McKinsey & Company memprediksi bahwa live commerce akan menyumbang 10 hingga 20 persen dari seluruh kegiatan e-commerce pada 2026 mendatang. Sementara analisis lain memperkirakan bahwa nilai pasar live commerce di AS bisa mencapai 35 miliar dolar AS pada 2024.

Sejumlah merek yang sudah melakukan live commerce meraup penjualan sepuluh persen lebih banyak dari e-commerce biasa. Selain itu, mereka juga mengalami penurunan jumlah konsumen gagal beli yang mana merupakan tantangan terbesar bagi para pebisnis online.

Penggunaan Avatar Digital dalam Industri Pakaian

Social Commerce
Sumber : Fortune Indonesia

Brand-brand pakaian yang berdagang lewat platform social commerce memang akan terus menggunakan jasa influencer untuk membantu pemasaran produk. Namun, avatar digital diprediksi akan mulai digunakan layaknya manekin virtual.

Konsumen akan mendapatkan avatar yang bisa mereka gunakan sebagai manekin untuk mix-and-match pakaian dan aksesori yang ingin mereka beli. Tujuannya agar konsumen bisa mengetahui cocok tidaknya kombinasi produk yang mereka pilih. Selain itu, penjual juga bisa menggunakannya untuk menunjukkan beberapa gaya berpakaian menggunakan produk mereka.

Integrasi Antara Social Commerce dan E-Commerce

Social Commerce
Sumber : Markey

Kepopuleran social commerce mempermudah bisnis retail untuk menggabungkan model bisnis tersebut dengan platform e-commerce. Contohnya perusahaan e-commerce multinasional asal Kanada, Shopify, yang bekerja sama dengan Instagram dan Facebook.

Kolaborasi ketiganya memungkinkan penjual untuk secara otomatis menyinkronkan katalog produk di laman Shopify ke Instagram maupun Facebook. Dengan begitu, penjual bisa membuat iklan dan postingan yang bisa langsung dibeli. Maksudnya, orang yang mengklik iklan atau postingan tersebut akan langsung diarahkan ke halaman pembelian.

Integrasi ini juga mempermudah penjual untuk membuat Instagram atau Facebook Shop yang serupa dengan toko online di Shopify mereka. Hal ini tentunya juga mempermudah calon konsumen dalam menemukan produk.

Selain Facebook dan Instagram, Shopify juga menjalin bekerja sama dengan TikTok. Integrasi keduanya bisa dibilang lebih fleksibel dibanding dua jejaring sosial lainnya. Pasalnya, penjual Shopify yang menghubungkan akunnya dengan akun TikTok Shop bisa memberikan dua pilihan transaksi pada konsumen.

Konsumen bisa langsung berbelanja di TikTok Shop atau mengklik tautan di video yang diunggah oleh akun tersebut. Tautan tersebut akan mengarahkan pembeli ke toko online di Shopify yang terhubung akun TikTok tadi untuk melakukan pembelian.

YouTube yang merupakan platform terbesar untuk berbagi video, juga tidak mau ketinggalan dengan tren ini. Lewat program partner, YouTube membuka peluang bagi para pebisnis yang ingin memasarkan produknya lewat konten video. Khususnya video berdurasi pendek yang jauh lebih efektif dalam memperluas pangsa pasar.

Cara kerjanya sama seperti video di platform sosial lain, yakni membuat video produk semenarik mungkin. Jangan lupa juga untuk menyematkan tautan di kolom komentar atau deskripsi. Ini agar penonton yang tertarik bisa langsung diarahkan ke toko online untuk melakukan transaksi.

Memenangkan Persaingan dengan Tren Social Commerce

Social Commerce
Sumber : Glints

Tren social commerce menunjukkan bahwa pasar model perdagangan yang satu ini akan semakin berkembang pada 2023 mendatang. Faktor pendorongnya adalah jumlah pengguna media sosial yang terus bertambah. Di sisi lain, platform sosial juga akan terus memperkenalkan fitur-fitur baru untuk mempermudah kegiatan belanja online para penggunanya.

Pertumbuhan social commerce juga membuat persaingan antar merek semakin ketat. Maka dari itu, para pebisnis harus memahami tren-tren di atas agar tetap terdepan dalam ketatnya persaingan.

Bagi pebisnis yang ingin mengikuti social commerce, coba cari tahu dulu platform sosial mana yang paling sering digunakan oleh target pasar. Baru setelah itu menyusun strategi yang bisa digunakan untuk mendekati target pasar di media social. Cek prediksi tren social commerce lainnya di sini.